UMKM perlu dibantu untuk menghubungkan mereka dengan sumber-sumber pembiayaan seperti lembaga keuangan agar motivasi usaha dapat tumbuh optimal.
Hamdani
Business Development Services Provider (BDSP) atau sering disebut Lembaga Penyedia Jasa (LPJ) atau Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) adalah lembaga atau bagian dari lembaga yang memberikan layanan pengembangan usaha dalam rangka meningkatkan kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Lembaga tersebut berbadan hukum dan bukan lembaga keuangan serta dapat memperoleh fee dari jasa layanannya.
Jasa yang diberikan oleh BDS-P dalam konteks ini adalah jasa konsultansi dalam hal manajemen/analisis keuangan agar terjadi kemitraan dengan bank atau terjadinya penyaluran dana bank kepada UMKM tersebut. Dalam hal ini termasuk pendampingan pada saat menyusun proposal kredit, menghubungkan ke bank dan melakukan monitoring sejak saat pencairan kredit sampai pada pelunasan kredit sesuai jangka waktu yang diperjanjikan.
Pembinaan dan Pengembangan UMKM
Fungsi dan tanggung jawab BDS-P adalah melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap UMKM. Pembinaan disini dimaksudkan adalah merupakan satu kesatuan proses yang di dalamnya mencakup tiga unsur yaitu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan.Proses pelaksanaan pembinaan oleh BDS-P dilakukan secara partisipatif, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pembinaan (materi, metode dll) harus selalu bertumpu pada kebutuhan UMKM, oleh karenanya hubungan kerja antara BDS-P dengan UMKM bukanlah sebagai atasan dan bawahan atau hubungan antara pembina dengan yang dibina. Hubungan yang terjalin adalah sejajar dan BDS-P disini berperan sebagai motivator bagi UMKM
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengembangan disini adalah melakukan pendampingan terhadap UMKM dengan memberikan bantuan teknis berupa pelatihan sesuai kebutuhan, arahan dan konsultasi. Untuk melakukan kegiatan tersebut seorang BDS-P dalam pelaksanaannya di lapangan berpedoman pada beberapa langkah sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi pada calon nasabah UMKM di wilayah/sentra/populasi usaha;
2. Pembentukan kelompok bila memperoleh calon nasabah mikro dalam rangka efisiensi;
3. Menyusun proposal kredit (usaha mikro) atau Kelayakan usaha ( usaha kecil dan menengah);
4. Menghubungkan nasabah UMKM tersebut dengan perbankan;
5. Melakukan monitoring dan pendampingan pasca penerimaan kredit.
2.1.Identifikasi
1) Identifikasi dimaksudkan disini adalah menemukan dan mengenali calon nasabah (UMKM) yang nantinya akan menjadi binaan BDS-P yang bersangkutan. Agar pelaksanaan identifikasi lebih terarah, maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengetahui populasi UMKM disekitar wilayah kantor BDS-P tersebut. Beberapa jalur yang dimungkinkan dapat memberikan informasi tentang populasi UMKM yang akan menjadi calon nasabah tersebut adalah :
a. Mengamati langsung pasar lokal atau lokasi kegiatan usaha, sehingga dapat dipilih sektor dan komoditi yang dihasilkan sekaligus pelaku usahanya.
b. Monografi dan/atau statistik perekonomian di kantor desa/kelurahan atau di kantor kecamatan. Dari data monografi dapat dilihat : keadaan penduduk, jenis kegiatan perekonomian atupun jenis usaha yang ada.
c. Dinas/Instansi terkait dari pemerintah (Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, BKKBN, Pertanian, Peternakan dll) maupun swasta murni (KADINDA, IWAPI, Kluster – kluster ekonomi dan Asosiasi-asosiasi usaha lainnya.
d. Setelah populasi calon nasabah teridentifikasi, selanjutnya BDS-P melakukan pendataan melalui proses identifikasi dengan cara mengadakan kunjungan sekaligus melakukan wawancara singkat terhadap calon nasabah yang dipilihnya.
2) Dari proses identifikasi tersebut maka akan ditemukan sejumlah calon nasabah yang belum pernah akses ke bank maupun yang telah akses secara terbatas ke bank baik untuk segmen mikro, kecil maupun menengah. Oleh karena itu instrumen identifikasi harus dapat memprediksi minimal dapat menggali informasi antara lain:
a. Identitas pengusaha (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, jumlah tanggungan dll )
b. Identitas usaha (jenis usaha, lokasi usaha, konsumen utama, perkiraan modal dan sumbernya, perkiraan keuntungan, kapasitas produksi, pemasaran dan tenaga kerja, dll )
c. Informasi pendukung lainnya (usaha tsb sampingan/pokok, jenis usaha lain yang dipunyai, kesulitan yang dirasakan dll ).
3) Hasil akhir yang yang diharapkan dari proses identifikasi tersebut adalah :
a. Memperoleh informasi tentang usaha yang potensial untuk dikembangkan
b. Memperoleh informasi tentang pengusaha sebagai calon nasabah bank dari berbagai segmen ( mikro dengan pembiayaan kelompok dan kecil/menengah dengan individual)
c. Terkumpul informasi untuk tindak lanjut kegiatan dalam rangka penyusunan proposal kredit atau kelayakan usaha, sebagai bahan untuk diajukan kredit ke bank.
2.2. Pembentukan kelompok
Apabila dalam proses identifikasi ditemukan populasi pengusaha mikro cukup banyak dan berbagai sektor, maka diperlukan pembentukan kelompok sebagai wadah disebut Kelompok Pengusaha Mikro (KPM). Hal ini merupakan langkah awal dari kegiatan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, dan pendekatan kelompok sementara ini dipandang masih cukup efektif sebagai salah satu cara dalam melakukan aktivitas pembinaan lebih lanjut.
Mengapa harus kelompok? Tentunya tanpa meninggalkan pendekatan lain dalam hal ini adalah pendekatan secara individu serta belajar dari pengalaman, ternyata pendekatan kelompok banyak mencatat keberhasilan yang antara lain adalah karena:
a. Biaya pendampingan lebih murah
b. Kontrol sosial di antara anggota cukup efektif
c. Rasa solidaritas dan kesetiakawanan antara anggota cukup tinggi
d. Interaksi sosial di antara anggota cukup baik
f. Ada proses saling belajar di antara sesama anggota
g. Tingkat keberhasilan penyerapan dana, terutama pengembalian pinjaman relatif baik (pengalaman BMT,P4K,PHBK,KUM)
Kriteria minimal yang harus dipenuhi bagi pendirian suatu kelompok (KPM) yang akan menjadi binaan BDS-P dan akan dihubungkan dengan bank (BU/BPR) adalah :
a. Diupayakan keanggotaan adalah satu jenis usaha yang sama atau apabila tidak memungkinkan dapat diupayakan ikatan pemersatu (ikatan karena usaha terkait, tempat tinggal, lokasi usaha, yang sesuai dengan kondisi setempat.
b. Jumlah anggota dalam satu kelompok 10 orang pengusaha mikro
c. Semua anggota mempunyai usaha produktif dan potensial untuk dikembangkan serta mempunyai kemampuan membayar kembali pinjaman
d. Mempunyai satu kesepakatan atau aturan main yang jelas secara tertulis.
2.3. Menyusun proposal kredit /kelayakan usaha
Tahapan selanjutnya adalah melakukan penyusunan proposal kredit untuk usaha mikro dan kelayakan usaha khususnya bagi usaha kecil dan menengah dengan menggunakan pedoman penyusunan proposal kredit dan kelayakan usaha. Dalam mempersiapkan penyusunan proposal kredit maupun kelayakan usaha harus dilakukan secara cermat dan akurat berdasarkan data yang dapat dihimpun. Apabila dalam proses analisa oleh BDS-P terdapat nasabah yang belum layak, sebaiknya proses penyusunan kelayakan usaha dihentikan, dan tidak dibenarkan seorang BDS-P menyusun kelayakan usaha yang sebenarnya tidak layak. Hal ini sangat penting untuk menjaga agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang pada akhirnya akan menurunkan kredibilitas BDS-P itu sendiri di mata bank.
2.4. Menghubungkan UMKM dengan bank
Kegiatan pendampingan untuk pembinaan yang mengandung misi pengembangan sebagai tujuan utama bagi BDS-P, maka kegiatan pendampingan untuk menghubungkan UMKM dengan bank sebenarnya memerankan fungsi jembatan penghubung.
Langkah awal agar bangunan jembatan tetap kokoh, tentunya BDS-P sangat berperan untuk selalu menjaga hubungan (komunikasi) dengan bank, disamping itu BDS-P diharapkan selain mampu dan terampil dalam menilai kelayakan usaha dari UMKM calon nasabah tersebut , juga terampil dalam menilai dan menghitung kemampuan membayar kembali nasabah yang mengajukan pinjaman ke bank.
Menghubungkan Usaha Mikro dengan Bank
Kegiatan menghubungkan pengusaha mikro dengan bank sebenarnya salah satu alternatif mencari kemungkinan dimana pengusaha mikro mendapat akses bagi pembiayaan usaha yang biasanya diajukan ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini karena sebagian besar BPR melayani segmen mikro, namun demikian beberapa bank umum dan Bank Pembangunan Daerah telah memperluas pangsa pasarnya ke segmen mikro seperti halnya yang telah dilakukan BPR.
Teknis menghubungkan dengan bank bagi pengusaha mikro menggunakan pendekatan kelompok dengan wadah KPM. Seperti diketahui bahwa KPM walaupun tergolong kelompok formal namun tidak mempunyai status hukum tidak seperti Koperasi atau Perseroan yang telah memiliki status hukum yang jelas. Oleh karena itu persyaratan pengajuan kreditnya harus terdapat kesepakatan yang ditanda tangani oleh masing-masing anggota seperti :
– kesepakatan tanggung renteng;
– surat kuasa mendebet tabungan bila terdapat anggota yang menunggak atau macet;
– surat kuasa kepada ketua untuk menyerahkan agunan anggota yang selanjutnya diserahkan ke bank dan diikat secara di bawah tangan; dan
– pernyataan bersedia untuk menabung sebesar 10% dari kredit yang diterima dan ditampung dalam rekening tersendiri (atas nama kelompok) dan selanjutnya dibekukan oleh bank.
Pengajuan kredit dibuat dalam satu proposal kredit yang jumlah kreditnya merupakan jumlah kumulatif pengajuan kredit seluruh anggota, kemudian setelah melalui proses analisa dan kunjungan on the spot ke kelompok, apabila disetujui maka kreditnya akan di tampung dalam satu rekening sehingga biaya dapat ditekan.
Menghubungkan Usaha Kecil dan Menengah dengan Bank
Teknis menghubungankan Usaha Kecil dan Menengah dengan Bank dilakukan secara individual, permohonan kreditnya dituangkan dalam Kelayakan Usaha yang dibuat oleh BDS-P secara komprehensif mencakup seluruh aspek seperti :
- Hukum : Tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku
- Teknis : Dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar
- Manajemen : Dapat dikelola dengan baik
- Finansial : Memberikan arus kas yang positif dan dapat menutup semua biaya serta memberikan keuntungan bagi pengusaha
- Sosial ekonomi : Memberikan manfaat bagi masyarakat
Dengan disusunnya kelayakan usaha tersebut oleh BDS-P maka bagi investor dapat memilih alternatif investasi dananya pada usaha yang menguntungkan. Sementara bagi perbankan sangat berguna dalam proses analisa untuk menentukan jumlah pinjaman yang akan diberikan dan untuk mengetahui likuiditas usaha tersebut dikaitkan dengan kemampuan membayar hutangnya.
2.5. Monitoring dan pendampingan pasca kredit
Monitoring
Monitoring pinjaman merupakan suatu upaya terpadu meliputi dua aspek yaitu penilaian atas kinerja kredit dan kinerja usaha UMKM dan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Pada kenyataannya antara kinerja kredit tidak berbanding lurus dengan kinerja usaha, karena bisa saja terjadi kinerja usaha UMKM baik, namun kinerja kreditnya tidak baik akibat UMKM tidak koperatif dan tidak memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. Memperhatikan hal tersebut di atas maka dalam pelaksanaan monitoring kredit harus memperhatikan kedua aspek tersebut di atas.
Obyek monitoring kinerja usaha UMKM adalah angka-angka dan rasio-rasio dalam laporan keuangan UMKM; obyek monitoring kinerja kreditnya adalah angka angka/informasi kredit dari perbankan, sedangkan obyek monitoring kinerja UMKM dilakukan dengan melihat perkembangan dan prospek usaha.
Monitoring yang dilakukan dengan benar akan berfungsi sebagai alat deteksi dini (early warning sign) terhadap permasalahan yang mungkin akan timbul dalam perusahaan UMKM dan segera mencari rencana tindak lanjut penyelesaian masalah, sehingga pada akhirnya dapat menghindari atau memperkecil resiko tidak terbayarnya pinjaman kepada bank.
Cara-cara monitoring kredit
a. Monitoring secara pasif (administratif) bagi UMKM
Monitoring secara pasif dan administratif bagi UMKM pada dasarnya merupakan pembinaan yang dilakukan melalui pengamatan terhadap informasi dan catatan-catatan yang ada dari laporan keuangan UMKM, maupun informasi dari pihak ketiga (akuntan, appraisal, media massa).
Fungsi informasi dari media massa juga sangat penting, sebagai contoh adanya informasi tentang kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan dalam usaha tertentu misalnya kemudahan pendirian pabrik sepatu untuk penanaman modal asing di Indonesia dimana produknya direncanakan akan dipasarkan dalam negeri. Informasi ini untuk jangka panjang akan berpengaruh terhadap harga dan kualitas usaha home industri oleh UMKM yang memproduksi sepatu, karena dengan kondisi peralatan yang sederhana, maka sepatu produksi home industri tersebut kemungkinan tidak akan dapat bersaing dengan produk pabrikan. Apabila usaha home industri tersebut dibiayai oleh bank, maka informasi tersebut membawa dampak yang negatif bagi bank.
Dalam konteks ini, monitoring UMKM oleh BDS-P dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap kualitas kredit UMKM serta untuk mengambil langkah-langkah antisipasif yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul, dimana permasalahan kredit yang terdapat pada masing-masing UMKM selalu berbeda sehingga penanganannyapun tidak sama sesuai dengan situasi dan kondisi UMKM tersebut.
Parameter – parameter yang dapat dianalisa dan dijadikan tanda-tanda peringatan dini dalam melakukan monitoring individual secara pasif antara lain :
Pada Neraca
- Periode penagihan piutang mulai melambat demikian juga dengan periode perputaran persediaan atau adanya peningkatan yang tajam pada pos piutang dan persediaan.
- Piutang terkonsentrasi pada pihak tertentu atau UMKM bersifat kompromi pada piutang sehingga penagihan memakan waktu yang lama.
- Terjadi kenaikan piutang kepada karyawan/direksi secara cepat atau timbul piutang afiliasi (sebelumnya tidak ada).
- Terjadi kenaikan aktiva tetap secara cepat.
- Timbul hutang jangka pendek/jangka panjang yang sebelumnya tidak muncul dalam neraca.
- Terjadi kenaikan hutang kepada pihak lain.
Rugi / Laba UMKM
- Terjadi penurunan penjualan dan laba kotor.
- Terjadi peningkatan biaya-biaya yang meningkat drastis tidak proporsional yang berakibat penurunan profit margin.
- Terjadi pengambilan/prive tanpa persetujuan bank (terutama jika dalam syarat kredit dilarang).
- Terjadi biaya penghapusan piutang tidak tertagih atau persediaan rusak dalam jumlah besar.
- Usaha mulai merugi
b. Monitoring secara aktif bagi UMKM
Dilakukan dengan melaksanakan pembinaan secara aktif melalui pendampingan untuk memantau kualitas dan prospek usaha UMKM meliputi :
(a) Manajemen
- Apakah ada perubahan sikap pengurus/pemilik perusahaan terhadap pihak bank terutama itikad untuk bekerjasama, misalnya pejabat bank kesulitan atau tidak untuk menemui pengurus/pemilik perusahaan.
- Apakah terjadi perpecahan pengurus, sehingga pengurus saling melempar tanggung jawab termasuk tanggung jawab pemenuhan kewajiban kepada bank.
- Apakah fungsi pengawasan dalam perusahaan tidak berjalan pengurus/pemilik perusahaan terlalu ekspansif dalam pengembangan usahanya tanpa didukung oleh pengalaman yang cukup.
- Apakah penempatan tenaga kerja telah didasarkan pada keahlian personal, dan bukan atas dasar hubungan kekeluargaan.
- Apakah terjadi permasalahan perburuhan diperusahaan UMKM
(b) Kebijakan Pemerintah
Adanya peraturan pemerintah pusat/daerah yang mengatur tata niaga produk yang dihasilkan oleh UMKM, dengan perubahan peraturan tersebut dapat berakibat positip/negatip terhadap usaha UMKM, misalnya adanya izin baru dari Pemda setempat untuk pendirian pasar grossir ritel di daerah tempat usaha UMKM (pedagang kelontongan) akan mengancam kelangsungan usaha UMKM.
(c) Kualitas Kredit
- Monitoring kualitas kredit dilakukan untuk mengetahui sedini mungkin kinerja kredit UMKM. Hal ini perlu dilakukan mengingat kualitas usaha UMKM yang baik tidak menjamin akan menghasilkan kualitas kredit yang baik, karena ketertiban pembayaran kewajiban (bunga dan pokok) dipengaruhi oleh aspek karakter.
- Kualitas kredit UMKM juga dapat dilihat dari data aktifitas rekening UMKM di bank yang datanya dapat diperoleh dari debitur UMKM. Monitoring terhadap kualitas kredit ini diperlukan untuk mengetahui:
- Ø Ketertiban UMKM dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan atau bunga kredit.
- Ø Apakah tujuan penggunaan kredit telah sesuai dengan tujuan penggunaan semula, apabila KMK yang diberikan digunakan untuk pembiayaan investasi aktiva tetap, maka modal kerja bersih /Net Working Capital (NWC) akan turun dan pada akhirnya cash flow UMKM akan terganggu dan dapat mempengaruhi kemampuan UMKM untuk memenuhi kewajibannya.
- Ø Apakah KMK yang diberikan telah digunakan sesuai untuk usaha yang dibiayai sesuai perjanjian kredit, dan bukan untuk usaha lainnya.
- Ø Apakah struktur, type dan syarat kredit yang diberikan telah cocok dan sesuai dengan karakteristik sifat bisnis UMKM. Apabila tidak sesuai maka harus diantisipasi dengan melakukan tindak lanjut berupa perubahan type, struktur dan syarat kreditnya.
- Ø Apakah jumlah plafond kredit yang diberikan telah memadai, sebagai contoh : apabila UMKM ingin mengajukan tambahan kreditnya, sementara itu dari data kinerja kreditnya tampak bahwa pemakaian plafond selama ini tidak pernah maksimal, maka data pinjaman yang terekam dalam aktifitas mutasi R/K UMKM dapat dipakai sebagai dasar untuk memberitahukan bahwa plafond yang ada masih mengcover, sehingga BDS-P dapat memutuskan bawl tambahan kredit belum perlu diajukan ke bank.
c. Pendampingan pasca kredit
Pendampingan pada pasca kredit adalah merupakan pembinaan lanjutan yang pada kegiatan pembinaan dan pengembangan bagi UMKM. Pendampingan pasca kredit ini jika dilihat dari sisi bank adalah sebagai sarana untuk mengadakan pengawasan terhadap pengembalian kredit. Namun dari sisi BDS-P adalah selain suatu kegiatan monitoring terhadap hasil pendampingan itu sendiri juga sebagai sarana apakah BDS-P berhasil/tidak dalam menghantar atau menghubungkan UMKM sebagai nasabah yang handal.
Dalam hal pembinaan lanjutan, bank dapat menjalin kerjasama dengan BDS-P untuk melakukan pemantauan penggunaan kredit, penagihan angsuran, pengumpulan tabungan serta pembinaan-pembinaan lainnya sehubungan dengan permasalahan keuangan lainnya. Namun apabila bank tidak menghendaki kerjasama dengan BDS-P untuk melakukan hal-hal tersebut diatas, maka BDS-P tetap melakukan kegiatan pendampingan kepada UMKM sampai jangka waktu kredit UMKM tersebut lunas pada Bank.
Sebagai kesimpulan tujuan pembinaan dan pendampingan kepada UMKM yang dilaksanakan oleh BDS-P merupakan tanggung jawab profesi dan moral terutama dalam pengembangan UMKM yaitu memastikan pengembalian kredit tepat waktu yang pada akhirnya berdampak kepada:
1. Terciptanya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM
2. Terwujudnya UMKM menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional
3. UMKM yang dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan
4. Terciptanya bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan UMKM dalam kompetisi di tingkat nasional dan internasional.