Pembinaan, Pendampingan dan Monitoring Kredit UMKM Oleh Business Development Services Provider


UMKM perlu dibantu untuk menghubungkan mereka dengan sumber-sumber pembiayaan seperti lembaga keuangan agar motivasi usaha dapat tumbuh optimal.

Hamdani

Business Development Services Provider (BDSP) atau sering disebut Lembaga Penyedia Jasa (LPJ) atau Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) adalah lembaga atau bagian dari lembaga yang memberikan layanan pengembangan usaha dalam rangka meningkatkan kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Lembaga tersebut berbadan hukum dan bukan lembaga keuangan serta dapat memperoleh fee dari jasa layanannya.

Jasa yang diberikan oleh BDS-P dalam konteks ini adalah jasa konsultansi dalam hal manajemen/analisis keuangan agar terjadi kemitraan dengan bank atau terjadinya penyaluran dana bank kepada UMKM tersebut. Dalam hal ini termasuk  pendampingan pada saat menyusun proposal kredit, menghubungkan ke bank dan melakukan monitoring sejak saat pencairan kredit sampai pada pelunasan kredit sesuai jangka waktu yang diperjanjikan.

Pembinaan dan Pengembangan UMKM

Fungsi dan tanggung jawab BDS-P adalah melakukan pembinaan dan pengembangan  terhadap UMKM. Pembinaan disini dimaksudkan adalah merupakan satu kesatuan proses yang di dalamnya mencakup tiga unsur yaitu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan.Proses pelaksanaan pembinaan oleh BDS-P dilakukan secara partisipatif, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pembinaan (materi, metode dll) harus selalu bertumpu pada kebutuhan UMKM, oleh karenanya hubungan kerja antara BDS-P dengan UMKM bukanlah sebagai atasan dan bawahan atau hubungan antara pembina dengan yang dibina. Hubungan yang terjalin adalah sejajar dan BDS-P disini berperan sebagai motivator bagi UMKM

Bentuk kegiatan pembinaan dan pengembangan disini adalah melakukan pendampingan terhadap UMKM dengan memberikan bantuan teknis berupa pelatihan sesuai kebutuhan, arahan dan konsultasi. Untuk melakukan kegiatan tersebut seorang BDS-P dalam pelaksanaannya di lapangan berpedoman pada beberapa langkah sebagai berikut :

1.  Melakukan identifikasi pada calon nasabah UMKM di wilayah/sentra/populasi usaha;

2.  Pembentukan kelompok bila memperoleh calon nasabah mikro dalam rangka efisiensi;

3.  Menyusun proposal kredit (usaha mikro) atau Kelayakan usaha ( usaha kecil dan menengah);

4.  Menghubungkan nasabah UMKM tersebut dengan perbankan;

5.  Melakukan monitoring dan pendampingan pasca penerimaan kredit.

2.1.Identifikasi

1) Identifikasi dimaksudkan disini adalah menemukan dan mengenali calon nasabah (UMKM) yang nantinya akan menjadi binaan BDS-P yang bersangkutan. Agar pelaksanaan identifikasi lebih terarah, maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengetahui populasi  UMKM disekitar wilayah kantor BDS-P tersebut.  Beberapa jalur yang dimungkinkan dapat memberikan informasi tentang populasi UMKM yang akan menjadi calon nasabah tersebut adalah :

a.  Mengamati langsung pasar lokal atau lokasi kegiatan usaha, sehingga dapat dipilih sektor dan komoditi yang dihasilkan sekaligus pelaku usahanya.

b.  Monografi dan/atau statistik perekonomian di kantor desa/kelurahan atau di kantor kecamatan. Dari data monografi dapat dilihat : keadaan penduduk, jenis kegiatan perekonomian atupun jenis usaha yang ada.

c.  Dinas/Instansi terkait dari pemerintah (Perindustrian,  Perdagangan, Koperasi, BKKBN, Pertanian, Peternakan dll) maupun swasta murni (KADINDA, IWAPI, Kluster – kluster ekonomi dan Asosiasi-asosiasi usaha lainnya.

d.  Setelah populasi  calon nasabah teridentifikasi, selanjutnya BDS-P melakukan pendataan melalui proses identifikasi dengan cara mengadakan kunjungan sekaligus melakukan wawancara singkat terhadap calon nasabah yang dipilihnya.

2)  Dari proses identifikasi tersebut maka akan ditemukan sejumlah  calon nasabah yang belum pernah akses ke  bank maupun yang telah akses secara terbatas ke bank baik untuk segmen mikro, kecil maupun menengah. Oleh karena itu instrumen identifikasi harus dapat memprediksi minimal dapat menggali informasi antara lain:

a. Identitas pengusaha (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, jumlah tanggungan dll )

b. Identitas usaha (jenis usaha, lokasi usaha, konsumen utama, perkiraan modal dan sumbernya, perkiraan keuntungan, kapasitas produksi, pemasaran dan tenaga kerja, dll )

c. Informasi pendukung lainnya (usaha tsb  sampingan/pokok, jenis usaha lain yang dipunyai, kesulitan yang dirasakan dll ).

3) Hasil akhir yang yang diharapkan dari proses identifikasi tersebut adalah :

a. Memperoleh informasi tentang usaha yang potensial untuk dikembangkan

b. Memperoleh informasi tentang pengusaha sebagai calon nasabah bank dari berbagai segmen ( mikro dengan pembiayaan kelompok dan kecil/menengah dengan individual)

c.  Terkumpul informasi untuk tindak lanjut kegiatan  dalam rangka penyusunan proposal kredit atau kelayakan usaha, sebagai bahan untuk diajukan kredit ke bank.

2.2. Pembentukan kelompok

Apabila dalam proses identifikasi ditemukan populasi pengusaha mikro cukup banyak  dan berbagai sektor, maka diperlukan pembentukan kelompok sebagai wadah disebut Kelompok Pengusaha Mikro (KPM). Hal ini merupakan langkah awal dari kegiatan pembinaan dan pengembangan usaha mikro,  dan pendekatan kelompok sementara ini dipandang masih cukup efektif sebagai salah satu cara dalam melakukan aktivitas pembinaan lebih lanjut.

Mengapa harus kelompok? Tentunya tanpa meninggalkan pendekatan lain dalam hal ini adalah pendekatan secara individu serta belajar dari pengalaman, ternyata pendekatan kelompok banyak mencatat keberhasilan yang antara lain adalah karena:

a. Biaya pendampingan lebih murah

b. Kontrol sosial di antara anggota cukup efektif

c. Rasa solidaritas dan kesetiakawanan antara anggota cukup tinggi

d. Interaksi sosial di antara anggota cukup baik

f. Ada proses saling belajar di antara sesama anggota

g. Tingkat  keberhasilan penyerapan dana, terutama pengembalian pinjaman relatif baik (pengalaman BMT,P4K,PHBK,KUM)

Kriteria minimal yang harus dipenuhi bagi pendirian suatu kelompok (KPM) yang akan menjadi binaan BDS-P dan akan dihubungkan dengan bank (BU/BPR) adalah :

a. Diupayakan keanggotaan adalah satu jenis usaha yang sama atau apabila tidak memungkinkan dapat diupayakan ikatan pemersatu (ikatan karena usaha terkait, tempat tinggal, lokasi usaha, yang sesuai dengan kondisi setempat.

b. Jumlah anggota dalam satu kelompok 10 orang pengusaha mikro

c. Semua anggota mempunyai usaha produktif dan potensial untuk dikembangkan serta mempunyai kemampuan membayar kembali pinjaman

d. Mempunyai satu kesepakatan atau aturan main yang jelas secara tertulis.

2.3. Menyusun proposal kredit /kelayakan usaha

Tahapan selanjutnya adalah melakukan penyusunan proposal kredit   untuk usaha mikro dan kelayakan usaha khususnya bagi usaha  kecil dan menengah dengan menggunakan pedoman penyusunan proposal kredit dan kelayakan usaha. Dalam mempersiapkan penyusunan proposal kredit maupun kelayakan usaha harus dilakukan secara cermat dan akurat berdasarkan data yang dapat dihimpun. Apabila dalam proses analisa oleh BDS-P terdapat nasabah yang belum layak, sebaiknya proses penyusunan kelayakan usaha dihentikan, dan tidak dibenarkan seorang BDS-P menyusun kelayakan usaha yang sebenarnya tidak layak. Hal ini sangat penting untuk menjaga agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang pada akhirnya akan menurunkan kredibilitas BDS-P itu sendiri di mata bank.

2.4.  Menghubungkan UMKM dengan bank

Kegiatan pendampingan untuk pembinaan yang mengandung misi pengembangan sebagai tujuan utama bagi BDS-P, maka kegiatan pendampingan untuk menghubungkan  UMKM dengan bank sebenarnya memerankan fungsi jembatan penghubung.

Langkah awal agar bangunan jembatan tetap kokoh, tentunya BDS-P sangat berperan untuk selalu menjaga hubungan (komunikasi) dengan  bank, disamping itu BDS-P diharapkan selain mampu dan terampil dalam menilai kelayakan usaha dari  UMKM calon nasabah tersebut , juga terampil dalam menilai dan menghitung kemampuan membayar kembali nasabah yang mengajukan pinjaman ke bank.

Menghubungkan Usaha Mikro dengan Bank

Kegiatan menghubungkan pengusaha mikro dengan bank  sebenarnya  salah satu alternatif mencari kemungkinan dimana pengusaha mikro mendapat akses bagi pembiayaan usaha yang biasanya diajukan ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini karena sebagian besar  BPR melayani  segmen mikro, namun demikian beberapa bank umum dan Bank Pembangunan Daerah telah memperluas  pangsa pasarnya ke segmen mikro seperti halnya yang telah dilakukan BPR.

Teknis menghubungkan dengan bank bagi pengusaha mikro menggunakan pendekatan kelompok dengan wadah KPM. Seperti diketahui bahwa KPM walaupun tergolong kelompok formal namun tidak mempunyai status hukum tidak seperti Koperasi atau Perseroan yang telah memiliki status hukum yang jelas. Oleh karena itu  persyaratan pengajuan kreditnya harus terdapat kesepakatan yang ditanda tangani oleh masing-masing anggota seperti :

–   kesepakatan tanggung renteng;

–   surat kuasa mendebet tabungan bila terdapat anggota yang menunggak atau macet;

–   surat kuasa kepada ketua untuk menyerahkan agunan anggota yang selanjutnya diserahkan ke bank dan diikat        secara di bawah tangan; dan

–   pernyataan bersedia untuk menabung sebesar 10% dari kredit yang diterima dan ditampung dalam rekening tersendiri (atas nama kelompok) dan selanjutnya dibekukan oleh bank.

Pengajuan kredit dibuat dalam satu proposal kredit yang jumlah kreditnya  merupakan jumlah kumulatif pengajuan kredit seluruh anggota, kemudian setelah melalui proses analisa dan kunjungan on the spot ke kelompok, apabila disetujui maka kreditnya akan di tampung dalam satu rekening sehingga biaya dapat ditekan.

Menghubungkan Usaha Kecil dan Menengah dengan Bank

Teknis menghubungankan Usaha Kecil dan Menengah dengan Bank dilakukan secara individual, permohonan kreditnya dituangkan dalam Kelayakan Usaha yang dibuat oleh BDS-P secara komprehensif mencakup seluruh aspek  seperti :

  • Hukum           : Tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku
  • Teknis              : Dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar
  • Manajemen   : Dapat dikelola dengan baik
  • Finansial        : Memberikan arus kas yang positif dan dapat menutup semua biaya serta memberikan keuntungan bagi pengusaha
  • Sosial ekonomi : Memberikan manfaat bagi masyarakat

Dengan disusunnya kelayakan usaha tersebut oleh BDS-P maka bagi investor  dapat memilih alternatif investasi dananya pada usaha yang menguntungkan. Sementara bagi perbankan sangat berguna dalam proses analisa untuk menentukan jumlah pinjaman yang akan diberikan dan untuk mengetahui likuiditas usaha tersebut dikaitkan dengan kemampuan membayar hutangnya.

2.5. Monitoring dan pendampingan pasca kredit

Monitoring

Monitoring pinjaman merupakan suatu upaya terpadu meliputi dua aspek yaitu penilaian atas kinerja kredit dan kinerja usaha UMKM dan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Pada kenyataannya antara kinerja kredit tidak berbanding lurus dengan kinerja usaha, karena bisa saja terjadi kinerja usaha UMKM baik, namun kinerja kreditnya tidak baik akibat UMKM tidak koperatif dan tidak memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. Memperhatikan hal tersebut di atas maka dalam pelaksanaan monitoring kredit harus memperhatikan kedua aspek tersebut di atas.

Obyek monitoring kinerja usaha UMKM adalah angka-angka dan rasio-rasio dalam laporan keuangan UMKM; obyek monitoring kinerja kreditnya adalah angka angka/informasi kredit dari perbankan,  sedangkan obyek monitoring kinerja UMKM dilakukan dengan melihat perkembangan dan prospek usaha.

Monitoring yang dilakukan dengan benar akan berfungsi sebagai alat deteksi dini (early warning sign) terhadap permasalahan yang mungkin akan timbul dalam perusahaan UMKM dan segera mencari rencana tindak lanjut penyelesaian masalah, sehingga pada akhirnya dapat menghindari atau memperkecil resiko tidak terbayarnya pinjaman kepada bank.

Cara-cara monitoring kredit

a. Monitoring secara pasif (administratif) bagi  UMKM

Monitoring secara pasif dan administratif  bagi UMKM pada dasarnya merupakan  pembinaan yang dilakukan melalui pengamatan terhadap informasi dan catatan-catatan yang ada  dari laporan keuangan UMKM, maupun informasi dari pihak ketiga (akuntan, appraisal, media massa).

Fungsi informasi dari media massa juga sangat penting, sebagai contoh adanya informasi tentang kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan dalam usaha tertentu misalnya kemudahan pendirian pabrik sepatu untuk penanaman modal asing di Indonesia dimana produknya direncanakan akan dipasarkan dalam negeri. Informasi ini untuk jangka panjang akan berpengaruh terhadap harga dan kualitas usaha home industri oleh UMKM yang memproduksi sepatu, karena dengan kondisi peralatan yang sederhana, maka sepatu produksi home industri tersebut kemungkinan tidak akan dapat bersaing dengan produk pabrikan. Apabila usaha home industri tersebut dibiayai oleh bank, maka informasi tersebut membawa dampak yang negatif bagi bank.

Dalam konteks ini, monitoring UMKM oleh BDS-P dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap kualitas kredit UMKM serta untuk mengambil langkah-langkah antisipasif yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul, dimana permasalahan kredit yang terdapat  pada  masing-masing  UMKM selalu berbeda sehingga penanganannyapun tidak sama sesuai dengan situasi dan kondisi UMKM tersebut.

Parameter – parameter yang dapat dianalisa dan dijadikan tanda-tanda peringatan dini dalam melakukan monitoring individual secara pasif antara lain :

Pada Neraca

  • Periode penagihan piutang mulai melambat demikian juga dengan periode perputaran persediaan atau adanya peningkatan yang tajam pada pos piutang dan persediaan.
  • Piutang terkonsentrasi pada pihak tertentu atau UMKM bersifat kompromi pada piutang sehingga penagihan memakan waktu yang lama.
  • Terjadi kenaikan piutang kepada karyawan/direksi secara cepat atau timbul piutang afiliasi (sebelumnya tidak ada).
  • Terjadi kenaikan aktiva tetap secara cepat.
  • Timbul hutang jangka pendek/jangka panjang yang sebelumnya tidak muncul dalam neraca.
  • Terjadi kenaikan hutang kepada pihak lain.

Rugi / Laba UMKM

  • Terjadi penurunan penjualan dan laba kotor.
  • Terjadi peningkatan biaya-biaya yang meningkat drastis tidak proporsional yang berakibat penurunan profit margin.
  • Terjadi pengambilan/prive tanpa persetujuan bank (terutama jika dalam syarat kredit dilarang).
  • Terjadi biaya penghapusan piutang tidak tertagih atau persediaan rusak dalam jumlah besar.
  • Usaha mulai merugi

b. Monitoring secara aktif bagi UMKM

Dilakukan dengan melaksanakan pembinaan secara aktif melalui pendampingan untuk memantau kualitas dan prospek usaha UMKM meliputi :

(a)  Manajemen

  • Apakah ada perubahan sikap pengurus/pemilik perusahaan terhadap pihak bank terutama itikad untuk bekerjasama, misalnya pejabat bank kesulitan atau tidak untuk menemui pengurus/pemilik perusahaan­.
  • Apakah terjadi perpecahan pengurus, sehingga pengurus saling melempar tanggung jawab termasuk tanggung jawab pemenuhan kewajiban kepada bank.
  • Apakah fungsi pengawasan dalam perusahaan tidak berjalan pengurus/pemilik perusahaan terlalu ekspansif dalam pengembangan usahanya tanpa didukung oleh pengalaman yang cukup.
  • Apakah penempatan tenaga kerja telah didasarkan pada keahlian personal, dan bukan atas dasar hubungan kekeluargaan.
  • Apakah terjadi permasalahan perburuhan diperusahaan UMKM

(b)  Kebijakan Pemerintah

Adanya peraturan pemerintah pusat/daerah yang mengatur tata niaga produk yang dihasilkan oleh UMKM, dengan perubahan peraturan tersebut dapat berakibat positip/negatip terhadap usaha UMKM, misalnya adanya izin baru dari Pemda setempat untuk    pendirian pasar grossir ritel di daerah tempat usaha UMKM (pedagang kelontongan) akan mengancam kelangsungan usaha UMKM.

(c)  Kualitas Kredit

  • Monitoring kualitas kredit dilakukan untuk mengetahui sedini mungkin kinerja kredit UMKM.  Hal ini perlu dilakukan mengingat kualitas usaha UMKM yang baik tidak menjamin akan menghasilkan kualitas kredit yang baik, karena ketertiban pembayaran kewajiban (bunga dan pokok) dipengaruhi oleh aspek karakter.
  • Kualitas kredit UMKM juga dapat dilihat dari data aktifitas rekening UMKM di bank yang datanya dapat diperoleh dari  debitur UMKM. Monitoring terhadap kualitas kredit ini diperlukan untuk mengetahui:
    • Ø Ketertiban UMKM dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan atau bunga kredit.
    • Ø Apakah tujuan penggunaan kredit telah sesuai dengan tujuan penggunaan semula, apabila KMK yang diberikan digunakan untuk pembiayaan investasi aktiva tetap, maka modal kerja bersih /Net Working Capital (NWC) akan turun dan pada akhirnya cash flow UMKM akan terganggu dan dapat mempengaruhi kemampuan UMKM untuk memenuhi kewajibannya.
    • Ø Apakah KMK yang diberikan telah digunakan sesuai untuk usaha yang dibiayai sesuai perjanjian kredit, dan bukan untuk usaha lainnya.
    • Ø Apakah struktur, type dan syarat kredit yang diberikan telah cocok dan sesuai dengan karakteristik sifat bisnis UMKM. Apabila tidak sesuai maka harus diantisipasi dengan melakukan tindak lanjut berupa perubahan type, struktur dan syarat kreditnya.
    • Ø Apakah jumlah plafond kredit yang diberikan telah memadai, sebagai contoh : apabila UMKM ingin mengajukan tambahan kreditnya, sementara itu dari data kinerja kreditnya tampak bahwa pemakaian plafond selama ini tidak pernah maksimal, maka data pinjaman yang terekam dalam aktifitas mutasi R/K UMKM dapat dipakai sebagai dasar untuk memberitahukan bahwa plafond yang ada masih mengcover, sehingga BDS-P dapat memutuskan bawl tambahan kredit belum perlu diajukan ke bank.

c. Pendampingan pasca kredit

Pendampingan pada pasca kredit adalah merupakan pembinaan lanjutan yang pada kegiatan pembinaan dan pengembangan bagi UMKM. Pendampingan pasca kredit ini jika dilihat dari sisi bank adalah sebagai sarana untuk mengadakan pengawasan terhadap pengembalian kredit. Namun dari sisi BDS-P adalah selain suatu kegiatan monitoring terhadap hasil pendampingan itu sendiri juga sebagai sarana apakah BDS-P berhasil/tidak dalam menghantar atau menghubungkan  UMKM sebagai nasabah yang handal.

Dalam hal pembinaan lanjutan, bank dapat menjalin kerjasama dengan BDS-P untuk melakukan pemantauan penggunaan kredit, penagihan angsuran, pengumpulan tabungan serta pembinaan-pembinaan lainnya sehubungan dengan permasalahan keuangan lainnya. Namun apabila bank tidak menghendaki kerjasama dengan BDS-P untuk melakukan hal-hal tersebut diatas, maka BDS-P tetap  melakukan kegiatan pendampingan kepada UMKM sampai jangka waktu kredit UMKM tersebut lunas pada Bank.

Sebagai kesimpulan tujuan pembinaan dan pendampingan kepada UMKM yang dilaksanakan oleh BDS-P merupakan tanggung jawab profesi dan moral terutama dalam pengembangan UMKM yaitu memastikan pengembalian kredit tepat waktu yang pada akhirnya berdampak kepada:

1.  Terciptanya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM

2.  Terwujudnya UMKM menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki pertumbuhan yang tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional

3.  UMKM yang dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan

4.  Terciptanya bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan UMKM dalam kompetisi di tingkat nasional dan internasional.

Membangun KKMB Profesional


Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) yang kini telah menjadi salah satu unsur penting dalam dunia pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Aceh.

Hamdani

Istilah  KKMB muncul setelah Komisi Pengentasan Kemiskinan (KPK) di bentuk oleh pemerintah melalui Kepres No 124/01 KPK yang bernaung dibawah Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Kemudian dalam pelaksanaan teknisnya Gubernur Provinsi Aceh membentuk Satgas Pemberdayaan Konsultan Keuangan dan Pendampingan UMKM Mitra Bank melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur  Aceh  Nomor : 580/250/2009 ditanda tangani oleh drh Irwandi Yusuf, M.Sc.

KKMB itu seperti sebuah bis umum yang siapa saja boleh menaikinya bahkan bisa mendrive-nya untuk menuju suatu tujuan.

Namun tentunya tetap memperhatikan misi awal pembentukannya, yaitu sebagai jembatan (bridging) dan penghubung (arranger) antara pelaku UMKM dengan lembaga keuangan bank.

Bussiness Development  Service-Provider (BDS-P) merupakan embrio dari KKMB. Keberadaan BDS-P sangat di butuhkan guna meningkatkan kapasitas UMKM dalam memanfaatkan peluang lokal, nasional dan regional bahkan pasar global melalui aspek-aspek non-financial, seperti akses teknologi.

Oleh karena itu seharusnya BDS-P/KKMB dibentuk semestinya melalui mekanisme pasar, artinya ada tuntutan kebutuhan dari pelaku UMKM itu sendiri, bukan merupakan proyek pemerintah.

Dengan demikian BDS-P atau KKMB harus mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa bergantung kepada subsidi dan dana program dari pemerintah. Caranya bagaimana? KKMB mampu menciptakan produk, mengemas, menawarkan, dan menjualnya kepada pelaku-pelaku UMKM sebagai target pasarnya.

Lalu bagaimana agar BDS-P atau KKMB mampu survive dan mandiri? Pertama, KKMB harus punya produk yang marketable. Kedua, Strategi penentuan harga harus disesuaikan dengan kemampuan dan daya beli UMKM itu sendiri. Ketiga, strategi penjualan produk lebih mengedepankan unsur emosional dan pendekatan kekeluargaan.

Ketika seorang pemilik usaha telah terpikat dengan personality KKMB, maka segalanya akan lebih mudah. Strategi yang perlu dipertimbangkan adalah dengan bermain di kapasitas.

Selain produk berupa layanan pendampingan atau konsultasi bisnis, beberapa produk yang lain bisa ditawarkan oleh KKMB, yaitu :

  1. Produk layanan pembuatan proposal kredit, yakni menyusun sebuah proposal kredit yang komprehensif dan sistematis, serta sesuai dengan kebutuhan pihak perbankan/investor; seperti study kelayakan bisnis (feasibilty study)
  2. Produk layanan fund arranger atau fund bridging, yaitu layanan guna mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan maupun perorangan. Pekerjaan yang dilakukan adalah dengan mengajukan proposal kredit dan membantu UMKM dalam mempresentasikan kondisi usaha dan rencana pengembangannya.
  3. Produk layanan monitoring dan supervisi kredit, yaitu bekerjasama dengan kalangan perbankan untuk melakukan monitoring  dan supervisi terhadap  target group pembiayaan atau kelompok usaha tertentu.
  4. Pusat informasi bisnis, yaitu menyiapkan database berbagai kebutuhan UMKM dan Investor atau Calon Kreditor..
  5. Produk layanan training (pelatihan), paling tidak KKMB bisa berperan sebagai event organizer (EO)

KKMB juga dapat memperoleh pendapatan dari sumber-sumber lain melalui join program atau sebagai tenaga outsourching. Beberapa sumber antara lain :

  1. Dana PUKK/PKBL BUMN, melalui program pelatihan dan pendampingan UKM mitra binaan BUMN.
  2. Departemen teknis,dinas atau instansi pemerintah melalui program pendampingan UMKM,dana bergulir,dan pelatihan.
  3. Perbankan (Bank Umum, BPD Aceh, BPR Pemda) melalui kerjasama supervisi dan monitoring kredit kepada UMKM atau kelompok usaha binaannya.
  4. NGO/LSM, seperti USaid, AUSaid, Swisscontact, Mercy Corp dan lain-lain melalui program pemberdayaan UMKM.

Lalu prinsip-prinsip apa saja untuk menjadi KKMB sukses? Ada lima prinsip dasar yang bisa kita terapkan, yaitu:

  1. Masalah adalah kesempatan.Bagi seorang KKMB, masalah yang dihadapi UMKM adalah peluang untuk menawarkan produknya.
  2. Solusi adalah keunggulan.Seorang konsultan KKMB bersedia mendedikasikan tenaga, pikiran dan sarana untuk mendapatkan solusi terbaik bagi  masalah yang dihadapi pelanggannya (UMKM)
  3. Pengetahuan adalah aset. Agar dapat menawarkan solusi yang unggul,KKMB memerlukan pengetahuan yang kaya setiap permasalahan yang dihadapi UMKM. Jadi pengetahuan harus senantiasa di-upgrade (diperbaharui, dilengkapi,dan ditingkatkan), agar keunggulan dalam memberikan solusi selalu terjaga.
  4. Pertanyaan adalah senjata. Bagi seorang KKMB yang senantiasa bergelut dengan berbagai masalah yang dihadapi UMKM, pertanyaan merupakan senjata yang ampuh untuk mendapatkan solusi.
  5. Kepercayaan adalah modal usaha. Kepercayaan merupakan modal utama dari sebuah usaha konsultasi. Tanpa adanya rasa percaya UMKM dan Bank pada KKMB, maka usaha ini akan hancur. Untuk itu KKMB akan senantiasa memupuk kepercayaan dengan bertindak profesional dan menunjukan integritas yang tinggi. KKMB tidak boleh berbohong hanya untuk mendapatkan uang semata, juga tidak boleh mengorbankan kualitas karena mengejar kuantitas atau target bisnis semata.

Jika memang ada massalah yang sulit diselesaikannya sendirian,maka KKMB harus merekomendasikan untuk menghubungi ahli lain yang bisa membantu UMKM tersebut. Konsistensi dalam perkataan dan perbuatan juga dilakukan untuk memupuk kepercayaan.

Akhirnya, KKMB sebagai konsultan pendamping diharapkan mampu tumbuh dan berkembang dengan mengedepankan unsur-unsur profesionalisme layaknya sebuah lembaga profesi. KKMB juga harus menegakkan kode etik profesi yang senantiasa melindungi kepentingan UMKM sebagai mitranya diatas kepentingan bisnis semata.

Segala pertimbangan dan perilaku KKMB selalu mengacu pada kepentingan jangka panjang dengan berpegang pada azas transparansi, akuntabel dan kejujuran.KKMB harus menjahui pola pikir ”proyek” yang hanya terpaku pada anggaran, bersifat imparsial dan tidak mempertimbangkan kelanjutan (sustainibilitas) dari program.

Kita berharap semua pihak ikut bertanggung jawab terhadap KKMB agar benar-benar mampu untuk menjadi salah satu solusi dari persoalan besar bangsa ini, yaitu bagaimana menumbuh-kembangkan ekonomi daerah dan nasional berbasis kerakyatan dan sekaligus memberantas kemiskinan. (Hamdani: Mas Iyuk dan berbagai sumber)

SEKIAN…………………Terima Kasih.